DISKOMINFOTIKSAN DUMAI - Pemerintah Kota Dumai mendukung penuh upaya yang dilakukan Loka Pengawas Obat dan Makanan (POM) di Kota Dumai untuk meningkatkan kesadaran pencegahan resistensi antimikroba (antimicrobial resistence/AMR).
Hal ini disampaikan Pjs Wali Kota Dumai dalam hal ini diwakili Staf Ahli Wali Kota Bidang Pemerintahan, Kemasyarakatan, dan SDM Muhammad Yunus saat membuka secara resmi acara Komunikasi, Informasi dan Edukasi Bersama Cegah Resistensi Antimikroba yang ditaja Loka POM di Dumai, bertempat di Ballroom The Zuri Hotel Dumai, Kamis (21/11/2024).
"Dalam momen ini, kami mengajak semua pihak untuk bersinergi dan berkolaborasi untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman masyarakat mengenai bahaya AMR dan mendorong untuk mengubah perilaku dalam penggunaan antimikroba yang tidak tepat untuk meminimalisir dampak buruk dari resistensi antimikroba ke depannya," ungkapnya dihadapan 700 peserta yang hadir baik secara luring maupun daring.
Menurutnya, peran serta dari berbagai pihak, mulai dari tenaga kesehatan, tenaga pendidik, mahasiswa, pelajar, tokoh masyarakat, wartawan, hingga organisasi masyarakat, sangatlah penting dalam upaya mengedukasi masyarakat.
"Kita berpacu dengan waktu untuk mengendalikan resistensi antimikroba agar tidak berkembang menjadi ancaman bagi generasi mendatang. Perubahan perilaku dan budaya masyarakat bukan sebuah kemustahilan, asalkan kita bersama-sama mengupayakannya sesuai kapasitas masing-masing, termasuk melalui kegiatan KIE yang kita ikuti pada hari ini," imbuhnya.
Sementara itu, Kepala Loka POM di Kota Dumai Ully Mandasari menjelaskan bahwa kegiatan ini dilaksanakan sempena peringatan Pekan Antimikroba Sedunia atau The World Antimicrobial Resistance Awareness Week (WAAW) Tahun 2024.
Workshop ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran (awareness) tenaga pengelola dan pelaku usaha di sarana distribusi dan sarana pelayanan kefarmasian akan bahaya AMR dan selalu mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan di dalam pengelolaan obat khususnya antibiotika untuk mendukung upaya pengendalian AMR serta meningkatkan penertiban peredaran antibiotika tanpa resep dokter di sarana pelayanan kefarmasian sebagai upaya pengendalian AMR.
"Resistensi antimikroba merupakan masalah kesehatan yang serius dan merupakan ancaman global. Untuk mendukung optimalisasi pencegahan resistensi antibiotik di Indonesia, Badan POM telah menerbitkan Keputusan Kepala Badan POM Tahun 2020 tentang Peta Jalan Rencana Aksi Pengendalian Antimicrobial Resistance tahun 2020 s.d 2024 sebagai turunan dari Peraturan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) RI No. 7 Tahun 2021 tentang Payung Hukum Pelaksanaan Rencana Aksi Pengendalian AMR di Indonesia tahun 2020 s.d 2024 yang melibatkan Badan POM di bawah koordinasi Kementerian PKM," ucapnya.
Diterangkan Ully, salah satu isu strategis yang dianggap menjadi pemicu utama kejadian AMR yaitu adanya penggunaan antibiotika yang ekstensif, antara lain tindakan swamedikasi (pengobatan sendiri), peresepan berlebih, kesalahan peresepan, penggunaan antibiotika broad-spectrum secara luas, penggunaan antibiotika sebagai sebagai upaya profilaksis (pencegahan), dan sebagainya.
Penggunaan antibiotika yang ekstensif ini salah satunya disebabkan karena antibiotika beredar secara bebas, baik karena isu akses (kemudahan masyarakat memperoleh antibiotika) maupun isu bisnis (penjualan antibiotika tanpa resep mendominasi omset pelaku usaha di sarana pelayanan kefarmasian).
Berdasarkan data hasil pengawasan BPOM tahun 2018, dari 176 apotek di 5 (lima) provinsi, sejumlah 83,52% apotek melakukan penyerahan antibiotika tanpa resep dokter.
Selain itu, berdasarkan data tahun 2018 diketahui bahwa 32,75% apotek melakukan kegiatan penyaluran/pendistribusian (penjualan obat dalam jumlah besar) antara lain ke tenaga medis, klinik, puskesmas, apotek lain, dan warung (toko kelontong) dengan jenis obat yang disalurkan diantaranya termasuk antibiotika.
"Melalui kegiatan ini, kami berharap masyarakat dapat meningkatkan pengetahuan dan pemahaman kita terkait bahaya resistensi antimikroba, dapat memberikan informasi yang valid dan terpercaya, sehingga masyarakat dan stakeholder paham terkait penggunaan dan penanganan obat serta pelaporan efek samping obat serta terkait bahaya resistensi antibiotik bagi kesehatan," pungkasnya.
Kegiatan ini diperkuat pula dengan paparan materi yang disampaikan oleh CEO dan Founder Farma Masterclass Rahmat Hidayat Syah, seorang apoteker, peneliti dan juga konten kreator yang kini sedang melaksanakan studi PhD atau Doctor of Philosophy di University of Washington, Amerika Serikat.
Tak hanya itu, ratusan peserta yang mengikuti KIE ini tampak antusias mengisi pretest dan posttest terkait paparan pencegahan resistensi antimikroba yang bertujuan untuk mengukur kemampuan peserta baik sebelum maupun sesudah penyampaian materi dari narasumber.